HUKUM ADAT SUNDA
UPACARA ADAT SUNDA
Adat istiadat yang diwariskan leluhurnya pada masyarakat Sunda masih
dipelihara dan dihormati. Dalam daur hidup manusia dikenal upacara-upacara yang
bersifat ritual adat seperti: upacara adat Masa Kehamilan, Masa Kelahiran, Masa
Anak-anak, Perkawinan, Kematian dll. Demikian juga dalam kegiatan pertanian dan
keagamaan dikenal upacara adat yang unik dan menarik. Itu semua ditujukan
sebagai ungkapan rasa syukur dan mohon kesejahteraan dan keselamatan lahir
bathin dunia dan akhirat. Beberapa kegiatan upacara adat di Jawa Barat dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
A. Upacara Adat Masa Kehamilan
1.
Upacara Mengandung Empat Bulan
Dulu Masyarakat Jawa Barat apabila seorang perempuan baru
mengandung 2 atau 3 bulan belum disebut hamil, masih disebut mengidam. Setelah
lewat 3 bulan barulah disebut hamil. Upacara mengandung Tiga Bulan dan Lima
Bulan dilakukan sebagai pemberitahuan kepada tetangga dan kerabat bahwa
perempuan itu sudah betul-betul hamil.
Namun sekarang kecenderungan orang-orang melaksanakan upacara pada saat kehamilan menginjank empat bulan, karena pada usia kehamilan empat bulan itulah saat ditiupkannya roh pada jabang bayi oleh Allah SWT. Biasanya pelaksanaan upacara Mengandung empat Bulan ini mengundang pengajian untuk membacakan do’a selamat, biasanya doa nurbuat dan doa lainnya agar bayinya mulus, sempurna, sehat, dan selamat.
Namun sekarang kecenderungan orang-orang melaksanakan upacara pada saat kehamilan menginjank empat bulan, karena pada usia kehamilan empat bulan itulah saat ditiupkannya roh pada jabang bayi oleh Allah SWT. Biasanya pelaksanaan upacara Mengandung empat Bulan ini mengundang pengajian untuk membacakan do’a selamat, biasanya doa nurbuat dan doa lainnya agar bayinya mulus, sempurna, sehat, dan selamat.
2. Upacara
Mengandung Tujuh Bulan/Tingkeban
Upacara Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan
pada saat seorang ibu mengandung 7 bulan. Hal itu dilaksanakan agar bayi yang
di dalam kandungan dan ibu yang melahirkan akan selamat. Tingkeban berasal dari
kata tingkeb artinya tutup, maksudnya si ibu yang sedang mengandung tujuh bulan
tidak boleh bercampur dengan suaminya sampai empat puluh hari sesudah
persalinan, dan jangan bekerja terlalu berat karena bayi yang dikandung sudah
besar, hal ini untuk menghindari dari sesuatu yang tidak diinginkan. Di dalam
upacara ini biasa diadakan pengajian biasanya membaca ayat-ayat Al-Quran surat
Yusuf, surat Lukman&suratMaryam.
Di samping itu dipersiapkan pula peralatan untuk upacara
memandikan ibu hamil, dan yang utama adalah rujak
kanistren yang terdiri dari 7 macam buah-buahan. Ibu yang sedang hamil tadi
dimandikan oleh 7 orang keluarga dekat yang dipimpin seorang paraji secara
bergantian dengan menggunakan 7 lembar kain batik yang dipakai bergantian
setiap guyuran dan dimandikan dengan air kembang 7 rupa. Pada guyuran ketujuh
dimasukan belut sampai mengena pada perut si ibu hamil, hal ini dimaksudkan
agar bayi yang akan dilahirkan dapat berjalan lancar (licin seperti belut).
Bersamaan dengan jatuhnya belut, kelapa gading yang telah digambari tokoh
wayang oleh suaminya dibelah dengan golok. Hal ini dimaksudkan agar bayi yang
dikandung dan orang tuanya dapat berbuat baik lahir dan batin, seperti keadaan
kelapa gading warnanya elok, bila dibelah airnya bersih dan manis. Itulah
perumpamaan yang diharapkan bagi bayi yang dikandung supaya mendapatkan
keselamatan dunia-akhirat.
Sesudah selesai dimandikan biasanya ibu hamil didandani
dibawa menuju ke tempat rujak kanistren tadi yang sudah dipersiapkan. Kemudian
sang ibu menjual rujak itu kepada anak-anak dan para tamu yang hadir dalam
upacara itu, dan mereka membelinya dengan menggunakan talawengkar, yaitu
genteng yang sudah dibentuk bundar seperti koin. Sementara si ibu hamil menjual
rujak, suaminya membuang sisa peralatan mandi seperti air sisa dalam
jajambaran, belut, bunga, dsb. Semuanya itu harus dibuang di jalan simpang
empat atau simpang tiga. Setelah rujak kanistren habis terjual selesailah
serangkaian upacara adat tingkeban.
3. Upacara
Mengandung Sembilan Bulan
Upacara sembilan bulan dilaksanakan setelah usia kandungan
masuk sembilan bulan. Dalam upacara ini diadakan pengajian dengan maksud agar
bayi yang dikandung cepat lahir dengan selamat karena sudah waktunya lahir.
Dalam upacara ini dibuat bubur, sebagai simbol dari upacara ini yaitu supaya
mendapat kemudahan waktu melahirkan. Bubur ini biasanya dibagikan beserta nasi
tumpeng atau makanan lainnya.
4. Upacara
Reuneuh Mundingeun
Upacara Reuneuh Mundingeun dilaksanakan apabila perempuan
yang mengandung lebih dari sembilan bulan,bahkan ada yang sampai 12 bulan tetapi
belum melahirkan juga, perempuan yang hamil itu disebut Reuneuh Mundingeun,
seperti munding atau kerbau yang bunting. Upacara ini diselenggarakan agar
perempuan yang hamil tua itu segera melahirkan jangan seperti kerbau, dan agar
tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Pada pelaksanaannya leher perempuan itu dikalungi kolotok
dan dituntun oleh indung beurang sambil membaca doa dibawa ke kandang kerbau.
Kalau tidak ada kandang kerbau, cukup dengan mengelilingi rumah sebanyak tujuh
kali. Perempuan yang hamil itu harus berbuat seperti kerbau dan menirukan bunyi
kerbau sambil dituntun dan diiringkan oleh anak-anak yang memegang cambuk.
Setelah mengelilingi kandang kerbau atau rumah, kemudian oleh indung beurang
dimandikan dan disuruh masuk ke dalam rumah. Di kota pelaksanaan upacara ini
sudah jarang dilaksanakan.
B.
Upacara Kelahiran dan Masa Bayi
1. Upacara
Memelihara Tembuni
Tembuni/placenta dipandang sebagai saudara bayi karena
itu tidak boleh dibuang sembarangan, tetapi harus diadakan upacara waktu
menguburnya atau menghanyutkannya ke sungai.
Bersamaan dengan bayi dilahirkan, tembuni (placenta) yang
keluar biasanya dirawat dibersihkan dan dimasukan ke dalam pendil dicampuri
bumbu-bumbu garam, asam dan gula merah lalu ditutup memakai kain putih yang
telah diberi udara melalui bambu kecil (elekan). Pendil diemban dengan kain
panjang dan dipayungi, biasanya oleh seorang paraji untuk dikuburkan di halaman
rumah atau dekat rumah. Ada juga yang dihanyutkan ke sungai secara adat.
Upacara penguburan tembuni disertai pembacaan doa selamat dan menyampaikan
hadiah atau tawasulan kepada Syeh Abdulkadir Jaelani dan ahli kubur. Di dekat
kuburan tembuni itu dinyalakan cempor/pelita sampai tali pusat bayi lepas dari
perutnya.. Upacara pemeliharaan tembuni dimaksudkan agar bayi itu selamat dan
kelak menjadi orang yang berbahagia.
2. Upacara
Nenjrag Bumi
Upacara Nenjrag Bumi ialah upacara memukulkan alu ke bumi
sebanyak tujuh kali di dekat bayi, atau cara lain yaitu bayi dibaringkan di
atas pelupuh (lantai dari bambo yang dibelah-belah ), kemudian indung beurang
menghentakkan kakinya ke pelupuh di dekat bayi. Maksud dan tujuan dari upacara
ini ialah agar bayi kelak menjadi anak yang tidak lekas terkejut atau takut
jika mendengar bunyi yang tiba-tiba dan menakutkan.
3. Upacara
Puput Puseur
Setelah bayi terlepas dari tali pusatnya, biasanya
diadakan selamatan. Tali pusat yang sudah lepas itu oleh indung beurang
dimasukkan ke dalam kanjut kundang . Seterusnya pusar bayi ditutup dengan uang
logam/benggol yang telah dibungkus kasa atau kapas dan diikatkan pada perut
bayi, maksudnya agar pusat bayi tidak dosol, menonjol ke luar. Ada juga pada
saat upacara ini dilaksanakan sekaligus dengan pemberian nama bayi. Pada
upacara ini dibacakan doa selamat, dan disediakan bubur merah bubur putih.
Ada kepercayaan bahwa tali pusat (tali ari-ari) termasuk
saudara bayi juga yang harus dipelihara dengan sungguh-sungguh. Adapun saudara
bayi yang tiga lagi ialah tembuni, pembungkus, dan kakawah. Tali ari, tembuni,
pembungkus, dan kakawah biasa disebut dulur opat kalima pancer, yaitu empat
bersaudara dan kelimanya sebagai pusatnya ialah bayi itu. Kesemuanya itu harus
dipelihara dengan baik agar bayi itu kelak setelah dewasa dapat hidup rukun
dengan saudara-saudaranya (kakak dan adiknya) sehingga tercapailah kebahagiaan.
4. Upacara
Ekah (Aqiqah)
Sebetulnya kata ekah berasal dari bahasa Arab, dari kata
aqiqatun “anak kandung”. Upacara Ekah ialah upacara menebus jiwa anak sebagai
pemberian Tuhan, atau ungkapan rasa syukur telah dikaruniai anak oleh Tuhan
Yang Maha Kuasa, dan mengharapkan anak itu kelak menjadi orang yang saleh yang
dapat menolong kedua orang tuanya nanti di alam akhirat. Pada pelaksanaan
upacara ini biasanya diselenggarakan setelah bayi berusia 7 hari, atau 14 hari,
dan boleh juga setelah 21 hari. Perlengkapan yangb harus disediakan adalah
domba atau kambing untuk disembelih, jika anak laki-laki dombanya harus dua
(kecuali bagi yang tidak mampu cukup seekor), dan jika anak perempuan hanya
seekor saja.
Domba yang akan disembelih untuk upacara Ekah itu harus yang baik, yang memenuhi syarat untuk kurban. Selanjutnya domba itu disembelih oleh ahlinya atau Ajengan dengan pembacaan doa selamat, setelah itu dimasak dan dibagikan kepada handai tolan.
Domba yang akan disembelih untuk upacara Ekah itu harus yang baik, yang memenuhi syarat untuk kurban. Selanjutnya domba itu disembelih oleh ahlinya atau Ajengan dengan pembacaan doa selamat, setelah itu dimasak dan dibagikan kepada handai tolan.
5. Upacara
Nurunkeun
Upacara Nurunkeun ialah upacara pertama kali bayi dibawa
ke halaman rumah, maksudnya mengenal lingkungan dan sebagai pemberitahuan
kepada tetangga bahwa bayi itu sudah dapat digendong dibawa berjalan-jalan di
halaman rumah. Upacara Nurun keun dilaksanakan setelah tujuh hari upacara Puput
Puseur. Pada pelaksanaannya biasa diadakan pengajian untuk keselamatan dan sebagai
hiburannya diadakan pohon tebu atau pohon pisang yang digantungi aneka makanan,
permainan anak-anak yang diletakan di ruang tamu. Untuyk diperebutkan oleh para
tamu terutama oleh anak-anak.
6. Upacara
Cukuran/Marhabaan
Upacara cukuran dimaksudkan untuk membersihkan atau
menyucikan rambut bayi dari segala macam najis. Upacara cukuran atau marhabaan
juga merupakan ungkapan syukuran atau terima kasih kepada Tuhan YME yang telah
mengkaruniakan seorang anak yang telah lahir dengan selamat. Upacara cukuran dilaksanakan
pada saat bayi berumur 40 hari.
Pada pelaksanaannya bayi dibaringkan di tengah-tengah para undangan disertai perlengkapan bokor yang diisi air kembang 7 rupa dan gunting yang digantungi perhiasan emas berupa kalung, cincin atau gelang untuk mencukur rambut bayi. Pada saat itu mulailah para undangan berdo’a dan berjanji atau disebut marhaban atau pupujian, yaitu memuji sifat-sifat nabi Muhammad saw. dan membacakan doa yang mempunyai makna selamat lahir bathin dunia akhirat. Pada saat marhabaan itulah rambut bayi digunting sedikit oleh beberapa orang yang berdoa pada saat itu.
Pada pelaksanaannya bayi dibaringkan di tengah-tengah para undangan disertai perlengkapan bokor yang diisi air kembang 7 rupa dan gunting yang digantungi perhiasan emas berupa kalung, cincin atau gelang untuk mencukur rambut bayi. Pada saat itu mulailah para undangan berdo’a dan berjanji atau disebut marhaban atau pupujian, yaitu memuji sifat-sifat nabi Muhammad saw. dan membacakan doa yang mempunyai makna selamat lahir bathin dunia akhirat. Pada saat marhabaan itulah rambut bayi digunting sedikit oleh beberapa orang yang berdoa pada saat itu.
7. Upacara
Turun Taneuh
Upacara Turun Taneuh ialah upacara pertama kali bayi
menjejakkan kakinya ke tanah, diselenggarakan setelah bayi itu agak besar,
setelah dapat merangkak atau melangkah sedikit-sedikit. Upacara ini dimaksudkan
agar si anak mengetahui keduniawian dan untuk mengetahui akan menjadi apakah
anak itu kelak, apakah akan menjadi petani, pedagang, atau
akan menjadi orang yang berpangkat.
Perlengkapan yang disediakan harus lebih lengkap dari
upacara Nurunkeun, selain aneka makanan juga disediakan kain panjang untuk
menggendong, tikar atau taplak putih, padi segenggam, perhiasan emas (kalung,
gelang, cincin), uang yang terdiri dari uang lembaran
ratusan, rebuan, dan puluh ribuan.
Jalannya upacara, apabila para undangan telah berkumpul
diadakan doa selamat, setelah itu bayi digendong dan dibawa ke luar rumah. Di
halam rumah telah dipersiapkan aneka makanan, perhiasan dan uang yang disimpan
di atas kain putih, selanjutnya kaki si anak diinjakan pada padi/ makanan,
emas, dan uang, hal ini dimaksudkan agar si anak kelak pintar mencari nafkah.
Kemudian anak itu dilepaskan di atas barang-barang tadi dan dibiarkan merangkak
sendiri, para undangan memperhatikan barang apa yang pertama kali dipegangnya.
Jika anak itu memegang padi, hal itu menandakan anak itu kelak menjadi petani.
Jika yang dipegang itu uang, menandakan anak itu kelak menjadi
saudagar/pengusaha. Demikian pula apabila yang dipegangnya emas, menandakan
anak itu kelak akan menjadi orang yang berpangkat atau mempunyai kedudukan yang
terhormat.
C.
Upacara Masa Kanak-kanak
1.
Upacara Gusaran
Gusaran adalah meratakan gigi anak perempuan dengan alat
khusus. Maksud upacara Gusaran ialah agar gigi anak perempuan itu rata dan
terutama agar nampak bertambah cantik. Upacara Gusaran dilaksanakan apabila
anak perempuan sudah berusia tujuh tahun. Jalannya upacara, anak perempuan
setelah didandani duduk di antara para undangan, selanjutnya membacakan doa dan
solawat kepada Nabi Muhammad SAW. Kemudian Indung beurang melaksanakan gusaran
terhadap anak perempuan itu, setelah selesai lalu dibawa ke tangga rumah untuk
disawer (dinasihati melalui syair lagu). Selesai disawer, kemudian dilanjutkan
dengan makan-makan. Biasanya dalam upacara Gusaran juga dilaksanakan tindikan,
yaitu melubangi daun telinga untuk memasang anting-anting, agar kelihatannya
lebih cantik lagi.
2.
Upacara Sepitan/Sunatan
Upacara sunatan/khitanan dilakukan dengan maksud agar
alat vitalnya bersih dari najis . Anak yang telah menjalani upacara sunatan
dianggap telah melaksanakan salah satu syarat utama sebagai umat Islam. Upacara
Sepitan anak perempuan diselenggarakan pada waktu anak itu masih kecil atau
masih bayi, supaya tidak malu. Upacara sunatan diselenggarakan biasanya jika
anak laki-laki menginjak usia 6 tahun. Dalam upacara sunatan selain paraji
sunat, juga diundang para tetangga, handai tolan dan kerabat..
Pada pelaksanaannya pagi-pagi sekali anak yang akan
disunat dimandikan atau direndam di kolam sampai menggigil (kini hal semacam
itu jarang dilakukan lagi berhubung teknologi kesehatan sudah berkembang),
kemudian dipangku dibawa ke halaman rumah untuk disunat oleh paraji sunat
(bengkong), banyak orang yang menyaksikan diantaranya ada yang memegang ayam
jantan untuk disembelih, ada yang memegang petasan dan macam-macam tetabuhan
sambil menyanyikan marhaba. Bersamaan dengan anak itu disunati, ayam jantan
disembelih sebagai bela, petasan disulut, dan tetabuhan dibunyikan . Kemudian
anak yang telah disunat dibawa ke dalam rumah untuk diobati oleh paraji sunat.
Tidak lama setelah itu para undangan pun berdatangan, baik yang dekat maupun
yang jauh. Mereka memberikan uang/ nyecep kepada anak yang disunat itu agar
bergembira dan dapat melupakan rasa sakitnya. Pada acara ini adapula yang
menyelenggarakan hiburan seperti wayang golek, sisingaan atau aneka tarian.
D.
Upacara Adat Perkawinan
Secara kronologis upacara adat perkawinan dapat diurut
mulai dari adat sebelum akad nikah, saat akad nikah dan sesudah akad nikah.
1. Upacara
sebelum akad nikah
a. Pada upacara ini biasanya dilaksanakan adat :
Neundeun Omong : yaitu kunjungan orang tua jejaka kepada orang tua si gadis untuk bersilaturahmi dan menyimpan pesan bahwa kelak anak gadisnya akan dilamar.
Neundeun Omong : yaitu kunjungan orang tua jejaka kepada orang tua si gadis untuk bersilaturahmi dan menyimpan pesan bahwa kelak anak gadisnya akan dilamar.
b. Ngalamar : nanyaan
atau nyeureuhan yaitu kunjungan orang tua jejaka untuk meminang/melamar si
gadis, dalam kunjungan tersebut dibahas pula mengenai rencana waktu
penikahannya. Sebagai acara penutup dalam ngalamar ini si pelamar memberikan
uang sekedarnya kepada orang tua si gadis sebagai panyangcang atau pengikat,
kadang-kadang dilengkapi pula dengan sirih pinang selengkapnya disertai kue-kue
& buah-buahan. Mulai saat itu si gadis telah terikat dan disebut orang
bertunangan.
c. Seserahan: yaitu
menyerahkan si jejaka calon pengantin pria kepada calon mertuanya untuk
dikawinkan kepada si gadis. Pada acara ini biasa dihadiri oleh para kerabat
terdekat, di samping menyerahkan calon pengantin pria juga barang-barang berupa
uang, pakaian, perhiasan, kosmetik dan perlengkapan wanita, dalam hal ini
tergantung pula pada kemampuan pihak calon pengantin pria. Upacara ini
dilakukan 1 atau 2 hari sebelum hari perkawinan atau adapula yang melaksanakan
pada hari perkawinan sebelum akad nikah dimulai.
d. Ngeuyeuk Seureuh: artinya mengerjakan dan mengatur sirih serta
mengait-ngaitkannya. Upacara ini dilakukan sehari sebelum hari perkawinan, yang
menghadiri upacara ini adalah kedua calon pengantin, orang tua calon pengantin
dan para undangan yang telah dewasa. Upacara dipimpin oleh seorang pengetua,
benda perlengkapan untuk upacara ini seperti sirih beranting, setandan buah
pinang, mayang pinang, tembakau, kasang jinem/kain, elekan, dll semuanya
mengandung makna/perlambang dalam kehidupan berumah tangga. Upacara ngeuyeuk
seureuh dimaksudkan untuk menasihati kedua calon mempelai tentang pandangan
hidup dan cara menjalankan kehidupan berumah tangga berdasarkan etika dan
agama, agar bahagia dan selamat. Upacara pokok dalam adat perkawinan adalah
ijab kabul atau akad nikah.
2. Upacara
Adat Akad Nikah
Upacara perkawinan dapat dilaksanakan apabila telah
memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam agama Islam dan adat.
Ketentuan tersebut adalah: adanya keinginan dari kedua calon mempelai tanpa
paksaan, harus ada wali nikah yaitu ayah calon mempelai perempuan atau wakilnya
yang sah, ada ijab kabul, ada saksi dan ada mas kawin. Yang memimpin
pelaksanaan akad nikah adalah seorang Penghulu atau Naib, yaitu pejabat
KantorUrusanAgama.
Upacara akad nikah biasa dilaksanakan di Mesjid atau di
rumah mempelai wanita. Adapun pelaksanaannya adalah kedua mempelai duduk
bersanding diapit oleh orang tua kedua mempelai, mereka duduk berhadapan dengan
penghulu yang di kanan kirinya didampingi oleh 2 orang saksi dan para undangan
duduk berkeliling. Yang mengawinkan harus wali dari mempelai perempuan atau
mewakilkan kepada penghulu. Kalimat menikahkan dari penghulu disebut ijab,
sedang sambutan dari mempelai pria disebut qobul (kabul). Setelah dilakukan
ijab-qobul dengan baik selanjutnya mempelai pria membacakan talek, yang
bermakna ‘janji’ dan menandatangani surat nikah. Upacara diakhiri dengan
penyerahan mas kawin dari mempelai pria kepada mempelai wanita.
3. Upacara
Adat sesudah akad nikah
a) Munjungan/sungkeman : yaitu kedua mempelai suami dan istri melakukan adat
sungkeman kepada kedua orang tua mempelai untuk memohon do’a restu.
b) Upacara Sawer (Nyawer): perlengkapan yang diperlukan adalah sebuah bokor
yang berisi beras kuning, uang kecil (receh) /logam, bunga, dua buah tektek
(lipatan sirih yang berisi ramuan untuk menyirih), dan permen. Pada
pelaksanaannya kedua mempelai duduk di halaman rumah di bawah cucuran atap
(panyaweran), upacara dipimpin oleh juru sawer. Juru sawer menaburkan isi bokor
tadi kepada kedua pengantin dan para undangan sebagai selingan dari syair yang
dinyanyikan olehnya sendiri. Adapun makna dari upacara nyawer tersurat dalam
syair yang ditembangkan juru sawer, intinya adalah memberikan nasehat kepada
kedua mempelai agar saling mengasihani, dan mendo’akan agar kedua mempelai mendapatkan
kesejahteraan dan kebahagiaan dalam membina rumah tangganya.
c) Upacara Nincak Endog : atau upacara injak telur yaitu setelah upacara
nyawer kedua mempelai mendekati tangga rumah , di sana telah tersedia
perlengkapan seperti sebuah ajug/lilin, seikat harupat (sagar enau) berisikan 7
batang, sebuah tunjangan atau barera (alat tenun tradisional) yang diikat kain
tenun poleng, sebuah elekan, sebutir telur ayam mentah, sebuah kendi berisi
air, dan batu pipisan, semua perlengkapan ini mempunyai perlambang. Dalam
pelaksanaannya lilin dinyalakan, mempelai wanita membakar ujung harupat
selanjutnya dibuang, lalu mempelai pria menginjak telur, setelah itu kakinya
ditaruh di atas batu pipisan untuk dibasuh air kendi oleh mempelai wanita dan
kendinya langsung dihempaskan ke tanah hingga hancur. Makna dari upacara ini adalah menggambarkan
pengabdian seorang istri kepada suaminya.
d) Upacara Buka Pintu : upacara ini dilaksanakan setelah upacara nincak
endog, mempelai wanita masuk ke dalam rumah sedangkan mempelai pria menunggu di
luar, hal ini menunjukan bahwa mempelai wanita belum mau membukakan pintu
sebelum mempelai pria kedengaran mengucapkan sahadat. Maksud upacara ini untuk
meyakinkan kebenarannya beragama Islam. Setelah membacakan sahadat pintu dibuka
dan mempelai pria dipersilakan masuk. Tanya jawab antara keduanya dilakukan
dengan nyanyian (tembang) yang dilakukan oleh juru tembang.
e) Upacara Huap Lingkung : Kedua mempelai duduk bersanding, yang wanita di
sebelah kiri pria, di depan mempelai telah tersedia adep-adep yaitu nasi kuning
dan bakakak ayam (panggang ayam yang bagian dadanya dibelah dua). Mula-mula
bakakak ayam dipegang kedua mempelai lalu saling tarik menarik hingga menjadi
dua. Siapa yang mendapatkan bagian terbesar dialah yang akan memperoleh rejeki
besar diantara keduanya. Setelah itu kedua mempelai huap lingkung , saling
menyuapi. Upacara ini dimaksudkan agar kedua mempelai harus saling memberi
tanpa batas, dengan tulus dan ikhlas sepenuh hati.
Sehabis upacara
huap lingkung kedua mempelai dipersilakan duduk di pelaminan diapit oleh kedua
orang tua mempelai untuk menerima ucapan selamat dari para undangan (acara
resepsi).
E.
Upacara Adat Kematian
Pada garis besarnya rangkaian upacara adat kematian dapat
digambarkan sebagai berikut: memandikan mayat, mengkafani mayat, menyolatkan
mayat, menguburkan mayat, menyusur tanah dan tahlilan, yaitu pembacaan do’a dan
zikir kepada Allah swt. agar arwah orang yang baru meninggal dunia itu diampuni
segala dosanya dan diterima amal ibadahnya, juga mendo’kan agar keluarga yang
ditinggalkannya tetap tabah dan beriman dalam menghadapi cobaan. Tahlilan
dilaksanakan di rumahnya, biasanya sore/malam hari pada hari pertama wafatnya (poena), tiluna(tiga
harinya), tujuhna (tujuh harinya), matangpuluh (empat
puluh harinya), natus (seratus hari),mendak taun (satu
tahunnya), dan newu (seribu harinya).