Kamis, 30 April 2015

Sistem Ekonomi dan sistem politik

A.      Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi adalah suatu aturan dan tata cara untuk mengatur perilaku masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonomi untuk menraih suatu tujuan. Sistem perekonomian di setiap negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara  lain ideologi bangsa, sifat dan jati diri bangsa, dan struktur ekonomi.
B.      Sistem Politik

Sistem politik adalah subsistem dari sistem sosial. Perspektif atau pendekatan sistem melihat keseluruhan interaksi yang ada dalam suatu sistem yakni suatu unit yang relatif terpisah dari lingkungannya dan memiliki hubungan yang relatif tetap di antara elemen-elemen pembentuknya. Kehidupan politik dari perspektif sistem bisa dilihat dari berbagai sudut, misalnya dengan menekankan pada kelembagaan yang ada kita bisa melihat pada struktur hubungan antara berbagai lembaga atau institusi pembentuk sistem politik. Hubungan antara berbagai lembaga negara sebagai pusat kekuatan politik misalnya merupakan satu aspek, sedangkan peranan partai politik dan kelompok-kelompok penekan merupakan bagian lain dari suatu sistem politik. Dengan mengubah sudut pandang maka sistem politik bisa dilihat sebagai kebudayaan politik, lembaga-lembaga politik, dan perilaku politik.

Utang Luar Negeri


Indonesia sebagai negara yang sedang membangun perekonomian negaranya, ingin mencoba untuk dapat membangun bangsa dan negaranya sendiri tanpa memperdulikan bantuan dari negara lain. Namun kenyataanya Indonesia sulit untuk terus bertahan ditengah derasnya laju globalisasi yang terus berkembang dengan cepat. Dalam kondisi seperti ini, Indonesia akhirnya terpaksa mengikuti arus tersebut, mencoba untuk membuka diri dengan berhubungan lebih baik dengan bangsa lain demi menunjang pembangunan bangsanya terutama dari segi perekonomian nasionalnya.

Indonesia sebenarnya pernah memiliki suatu kondisi perekonomian yang cukup menjanjikan pada awal dekade 1980-an sampai pertengahan dekade 1990-an. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 1986 sampai tahun 1989 terus mengalami peningkatan, yakni masing-masing 5,9% di tahun 1986, kemudian 6,9% di tahun 1988 dan menjadi 7,5% di tahun 1989. Namun pada tahun 1990 dan 1991 pertumbuhan ekonomi Indonesia mencatat angka yang sama yakni sebesar 7,0%, kemudian tahun 1992, 1993, 1994, 1995, dan 1996, masing-masing tingkat pertumbuhan ekonominya adalah sebesar 6,2%, 5,8%, 7,2%, 6,8%, dan 5,8%. Angka inflasi yang stabil, jumlah pengangguran yang cukup rendah seiring dengan kondusifnya iklim investasi yang ditandai dengan kesempatan kerja yang terus meningkat, angka kemiskinan yang cukup berhasil ditekan, dan sebagainya. Namun, pada satu titik tertentu, perekonomian Indonesia akhirnya runtuh oleh terjangan krisis ekonomi yang melanda secara global di seluruh dunia da tahun 1998. Ini ditandai dengan tingginya angka inflasi, nilai kurs Rupiah yang terus melemah, tingginya angka pengangguran seiring dengan kecilnya kesempatan kerja, dan ditambah lagi dengan semakin membesarnya jumlah utang luar negeri Indonesia akibat kurs Rupiah yang semakin melemah karena utang luar negeri Indonesia semuanya dalam bentuk US Dollar.

Adanya kerapuhan perekonomian Indonesia tersebut disebabkan dengan tidak adanya dukungan mikro ekonomi yang kuat. Permasalahan yang masih tidak dapat diselesaikan sampai saat ini adalah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang terlalu tinggi di Indonesia, sumber daya manusia Indonesia kurang kompetitif, jiwa entrepreneurship yang kurang, dan sebagainya.
Arus masuk modal asing (capital inflows) juga berperan dalam menutup gap devisa yang ditimbulkan oleh defisit pada transaksi berjalan. Selain itu, masuknya modal asing juga mampu menggerakkan kegiatan ekonomi yang lesu akibat kurangnya modal (saving investment gap) bagi pelaksanaan pembangunan ekonomi. Modal asing ini selain sebagai perpindahan modal juga dapat memberikan kontribusi positif melalui aliran industrialisasi dan modernisasi. Akan tetapi apabila modal asing tersebut tidak dikalola dengan baik dapat menimbulkan dampak negatif yang besar terutama apabila terjadinya capital flows reversal.

Pada dasarnya, dalam proses pelaksanaan pembangunan ekonomi di negara berkembang seperti di Indonesia, akumulasi utang luar negeri merupakan suatu gejala umum yang wajar. Hal tersebut disebabkan tabungan dalam negeri yang rendah tidak memungkinkan dilakukannya investasi yang memadai sehingga banyak pemerintah negara yang sedang berkembang harus menarik dana dan pinjaman dari luar negeri. Selain itu, defisit pada neraca perdagangan barang dan jasa yang tinggi berhubungan juga dengan dilakukannya impor modal untuk menambah sumber daya keuangan dalam negeri yang terbatas.

Bagi negara berkembang termasuk Indonesia, pesatnya aliran modal merupakan kesempatan yang bagus untuk memperoleh dalam pembiayaan pembangunan ekonomi. Dimana pembangunan ekonomi yang sedang dijalankan oleh pemerintah Indonesia merupakan suatu usaha berkelanjutan yang diharapkan dapat mewujudkan masyarakat adil dan makmur sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, sehingga untuk dapat mencapai tujuan itu maka pembangunan nasional dipusatkan pada pertumbuhan ekonomi. Namun karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki (tercermin pada tabungan nasional yang masih sedikit) sedangkan kebutuhan dana untuk pembangunaan ekonomi sangat besar. Maka cara untuk mencapai pertumbuhan ekonomi itu adalah dengan berusaha meningkatkan investasi.

Pada pertengahan dekade 1980-an, modal asing yang masuk ke Indonesia masih didominasi oleh investasi langsung atau penanaman modal asing (PMA) dan pinjaman luar negeri (terutama pinjaman pemerintah). Baru setelah pemerintah melakukan deregulasi di sektor keuangan/perbankan yang dimulai sejak awal 1980-an, yang antara lain membuat sektor tersebut, termasuk pasar modal, berkembang dengan pesat, arus modal swasta jangka pendek dari luar negeri mulai mengalir ke dalam negeri. Penanaman Modal Asing (PMA) sendiri, berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sampai akhir Juli XXXX meningkat menjadi US$ 3.713.4 juta dengan realisasi proyek yang telah disetujui pemerintah sebanyak 563 proyek.

Berdasarkan uraian tersebut di atas tidak dapat dipungkiri bahwa berbagai komponen dalam neraca pembayaran turut mempengaruhi keadaan perekonomian di suatu negara. Negara-negara yang umumnya merupakan negara yang sedang berkembang masih terus berusaha untuk menyempurnakan ekonomi internasionalnya.

http://dellyherdiana.blogspot.com/2011/05/neraca-pembayaran-arus-modal-asing-dan.html


Arus Modal Masuk


Neraca modal yang menggambarkan arus keluar masuk devisa yang bukan merupakan pembayaran atas barang atau jasa. Arus devisa yang di catat di neraca modal ialah devisa dalam arti arus modal masuk, baik berupa dana investasi maupun pinjaman atau utang luar negeri. Investasi dan pinjaman dari luar negeri merupakan arus masuk. Sedangkan investasi kita ke luar negeri dan pinjaman yang kita berikan kepada pihak luar negeri dicatat dalam arus keluar. Sebagian besar pinjaman luar negeri yang diperoleh pemerintah berasal dari sebuah konsorsium bernama Consultative Group for Indonesia (CGI) yang sebelumnya bernama Inter Group on Indonesia (IGGI). Arus modal asing bisa mendatangkan manfaat yang lebih besar ketimbang risikonya jika dikelola dengan benar. Diperkirakan hingga akhir tahun ini arus modal asing yang masuk ke Indonesia mencapai sekitar US$25 miliar. Manfaat tersebut antara lain, penurunan biaya bunga APBN, sumber investasi swasta, pembiayaan Foreign Direct Investment (FDI) dan kedalaman pasar modal. Sementara risikonya adalah terjadinya pembalikan, tekanan penguatan rupiah dan gelembung ekonomi. Pemerintah perlu lebih aktif lagi untuk mendorong perusahaan swasta untuk masuk bursa lewat penawaran saham perdana (IPO) atau right issue. kemudian, memperbanyak penerbitan obligasi negara dengan berbagai macam seri dan jangka waktu.

http://dellyherdiana.blogspot.com/2011/05/neraca-pembayaran-arus-modal-asing-dan.html

Neraca Pembayaran

Neraca pembayaran merupakan suatu ikhtisar yang meringkas transaksi-transaksi antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Neraca pembayaran mencakup pembelian dan penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing, dan transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas neraca transaksi berjalan (yang terdiri dari neraca perdagangan, neraca jasa dan transfer payment) dan neraca lalu lintas modal dan finansial, dan item-item finansial.
Transaksi dalam neraca pembayaran dapat dibedakan dalam dua macam transaksi.
  1. Transaksi debit, yaitu transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari dalam negeri ke luar negeri. Transaksi ini disebut transaksi negatif (-), yaitu transaksi yang menyebabkan berkurangnya posisi cadangan devisa.
  2. Transaksi kredit adalah transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari luar negeri ke dalam negeri. Transaksi ini disebut juga transaksi positif (+), yaitu transaksi yang menyebabkan bertambahnya posisi cadangan devisa negara.
http://id.wikipedia.org/wiki/Neraca_pembayaran


Teori Perdagangan Internasional


Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun (lihat Jalur Sutra, Amber Road), dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional.

 TEORI KLASIK
• Absolute Advantage dari Adam Smith
Teori Absolute Advantage lebih mendasarkan pada besaran/variabel riil bukan moneter sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan perhatiannya pada variabel riil seperti misalnya nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang. Makin banyak tenaga kerja yang digunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut (Labor Theory of value )

Kelebihan dari teori Absolute advantage yaitu terjadinya perdagangan bebas antara dua negara yang saling memiliki keunggulan absolut yang berbeda, dimana terjadi interaksi ekspor dan impor hal ini meningkatkan kemakmuran negara. Kelemahannya yaitu apabila hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut maka perdagangan internasional tidak akan terjadi karena tidak ada keuntungan.

• Comparative Advantage : JS Mill
Teori ini menyatakan bahwa suatu Negara akan menghasilkan dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan mengimpor barang yang dimiliki comparative diadvantage(suatu barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau dihasilkan sendiri memakan ongkos yang besar )

Kelebihan untuk teori comparative advantage ini adalah dapat menerangkan berapa nilai tukar dan berapa keuntungan karena pertukaran dimana kedua hal ini tidak dapat diterangkan oleh teori absolute advantage.

 COMPARATIVE COST DARI DAVID RICARDO
1.Cost Comparative Advantage ( Labor efficiency )
Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana Negara tersebut dapat berproduksi relative lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relative kurang/tidak efisien. Berdasarkan contoh hipotesis dibawah ini maka dapat dikatakan bahwa teori comparative advantage dari David Ricardo adalah cost comparative advantage.

2. Production Comperative Advantage ( Labor produktifiti)
Suatu Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang / tidak produktif.

Walaupun Indonesia memiliki keunggulan absolut dibandingkan cina untuk kedua produk, sebetulnya perdagangan internasional akan tetap dapat terjadi dan menguntungkan keduanya melalui spesialisasi di masing-masing negara yang memiliki labor productivity. kelemahan teori klasik Comparative Advantage tidak dapat menjelaskan mengapa terdapat perbedaan fungsi produksi antara 2 negara. Sedangkan kelebihannya adalah perdagangan internasional antara dua negara tetap dapat terjadi walaupun hanya 1 negara yang memiliki keunggulan absolut asalkan masing-masing dari negara tersebut memiliki perbedaan dalam cost Comparative Advantage atau production Comparative Advantage.

Paham klasik dapat menerangkan comparative advantage yang diperoleh dari perdagangan luar negeri timbul sebagai akibat dari perbedaan harga relatif ataupun tenaga kerja dari barang-barang tersebut yang diperdagangkan.

TEORI MODERN
Teori Heckscher-Ohlin (H-O) menjelaskan beberapa pola perdagangan dengan baik, negara-negara cenderung untuk mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang relatif melimpah secara intensif

Menurut Heckscher-Ohlin, suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi. Basis dari keunggulan komparatif adalah:
1. Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi didalam suatu negara.
2. Faktor intensity, yaitu teksnologi yang digunakan didalam proses produksi, apakah labor intensity atau capital intensity.

Permintaan dan penawaran pada faktor produksi akan menentukan harga factor produksi tersebut dan dengan pengaruh teknologi akan menentukan harga suatu produk. Pada akhirnya semua itu akan bermuara kepada penentuan comparative advantage dan pola perdagangan (trade pattern) suatu negara. Kualitas sumber daya manusia dan teknologi adalah dua faktor yang senantiasa diperlukan untuk dapat bersaing di pasar internasional. Teori perdagangan yang baik untuk diterapkan adalah teori modern yaitu teori Offer Curve.


http://gusasta.blogspot.com/2014/05/teori-teori-perdagangan-internasional.html

Perkembangan Ekspor Indonesia


Sejak tahun 1987 ekspor Indonesia mulai didominasi oleh komoditi non migas dimana pada tahun-tahun sebelumnya masih didominasi oleh ekspor migas. Pergeseran ini terjadi setelah pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan dan deregulasi di bidang ekspor, sehingga memungkinkan produsen untuk meningkatkan ekspot non migas. Pada tahun 1998 nilai ekspor non migas telah mencapai 83,88% dari total nilai ekspor Indonesia, sementara pada tahun 1999 peran nilai ekspor non migas tersebut sedikit menurun, menjadi 79,88% atau nilainya 38.873,2 juta US$ (turun 5,13%). Hal ini berkaitan erat dengan krisis moneter yang melanda indonesia sejak pertengahan tahun 1997.
Tahun 2000 terjadi peningkatan ekspor yang pesat, baik untuk total maupun tanpa migas, yaitu menjadi 62.124,0 juta US$ (27,66) untuk total ekspor dan 47.757,4 juta US$ (22,85%) untuk non migas. Namun peningkatan tersebut tidak berlanjut ditahun berikutnya. Pada tahun 2001 total ekspor hanya sebesar 56.320,9 juta US$ (menurun 9,34%), demikian juga untuk eskpor non migas yang menurun 8,53%. Di tahun 2003 ekspor mengalami peningkatan menjadi 61.058,2 juta US$ atau naik 6,82% banding eskpor tahun 2002 yang sebesar 57.158,8 juta US$. Hal yang sama terjadi pada ekspor non migas yang naik 5,24% menjadi 47.406,8 juta US$. Tahun 2004 ekspor kembali mengalami peningkatan menjadi 71.584,6 juta US$ (naik 17,24%) demikian juga ekspor non migas naik 18,0% menjadi 55.939,3 juta US$. Pada tahun 2006 nilai ekspor menembus angka 100 juta US$ menjadi 100.798,6 juta US$ atau naik 17,67%, begitu juga dengan ekspor non migas yang naik 19,81% dibandingkan tahun 2005 menjadi 79.589,1 juta US$.
Selama lima tahun terakhir, nilai impor Indonesia menunjukkan trend meningkat rata-rata sebesar 45.826,1 juta US$ per tahun. Pada tahun 2006, total impor tercatat sebesar 61.065,5 juta US$ atau meningkat sebesar 3.364,6 juta US$ (5,83%) dibandingkan tahun 2005. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya impor migas sebesar 1.505,2 juta US$ (8,62%) menjadi 18.962,9 juta US$ dan non migas sebesar 1.859,4 juta US$ (4,62%) menjadi 42.102,6 juta US$. Pada periode yang sama, peningkatan impor terbesar 54,15% dan non migas sebesar 39,51%.
Dilihat dari kontribusinya, rata-rata peranan impor migas terhadap total impor selama lima tahun terakhir mencapai 26,15% dan non migas sebesar 73.85% per tahun. Dibandingkan tahun sebelumnya, peranan impor migas meningkat dari 30,26% menjadi 31,05% di tahun 2006. Sedangkan peranan impor non migas menurun dari 69,74% menjadi 68,95%.
http://pratamafahri.blogspot.com/2012/04/perkembangan-ekspor-impor-di-indonesia.html



Tingkat Daya Saing Indonesia


Pemahaman mengenai pentingnya daya saing berkembang seiring dengan semakin berkembangnya globalisasi dan perdagangan bebas. Daya saing secara garis besar diukur berdasarkan kondisi institusi, kebijakan, dan faktor-faktor  yang menentukan tingkat produktivitas ekonomi suatu negara.

Produktivitas yang tinggi mencerminkan daya saing tinggi dan daya saing tinggi berpotensi menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Daya saing tinggi menuntut pemenuhan “prasyarat dasar” yang diantaranya meliputi infrastruktur, kualitas kelembagaan birokrasi, stabilitas ekonomi makro, serta pendidikan.

Inpres No. 6 Tahun 2014  dan Strategi Peningkatan Daya Saing

Pemerintah RI terus meningkatkan komitmennya dalam mendukung optimalisasi daya saing guna memacu produktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, dengan  terbitnya Inpres No. 6 Tahun 2014 pada 1 September 2014.

Melalui Inpres tersebut, Presiden RI menginstruksikan kepada jajaran pemerintah di seluruh Indonesia, untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing secara terkoordinasi dan terintegrasi untuk meningkatkan daya saing nasional dan melakukan persiapan pelaksanaan MEA yang akan dimulai pada Tahun 2015.

Diharapkan melalui Inpres tersebut peningkatan daya saing dapat terus ditingkatkan, utamanya dengan mengedepankan beberapa strategi dasar di antaranya: 

·        Pengembangan industri nasional yang berfokus pada pengembangan industri prioritas dalam rangka memenuhi pasar ASEAN; pengembangan industri dalam rangka mengamankan pasar dalam negeri. Selanjutnya, pengambangan industri kecil menengah; pengembangan SDM dan penelitian; dan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI).
·        Pengembangan pertanian, dengan fokus pada peningkatan investasi langsung di sektor pertanian, dan peningkatan akses pasar.
·        Pengembangan kelautan dan perikanan, dengan fokus pada penguatan kelembagaan dan posisi kelautan dan perikanan; penguatan daya saing kelautan dan perikanan; penguatan pasar dalam negeri; dan penguatan dan peningkatan pasar ekspor.
·        Pengembangan energi, yang fokus pada pengembangan sub sektor ketenagalistrikan dan pengurangan penggunaan energi fosil (Bahan Bakar Minyak); sub sektor energi baru, terbarukan dan konservasi energi; dan peningkatan pasokan energi dan listrik agar dapat bersaing dengan negara yang memiliki infrastruktur lebih baik.
Selain itu masih ada sepuluh sektor pengembangan lainnya, yang meliputi pengembangan infrastruktur; pengembangan sistem logistik nasional; pengembangan perbankan; investasi; usaha mikro, kecil, dan menengah; tenaga kerja; kesehatan; perdagangan; kepariwisataan; dan kewirausahaan.
Kita patut bersyukur upaya untuk terus meningkatkan daya saing secara bertahap di Indonesia telah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan, meskipun harus diakui masih terdapat berbagai kekurangan  yang menjadi tugas bersama untuk terus memperbaikinya.

Meningkatnya daya saing Indonesia tercermin dari laporan Forum Ekonomi Dunia atau World Economic Forum (WEF) pada Selasa (2/9), yang  merilis Indeks Daya Saing Global 2014-2015. Dalam rilis itu dikemukakan, daya saing Indonesia naik 4 tingkat menjadi peringkat 34 dari 144 negara di dunia.

Peringkat Indonesia mengungguli Spanyol (35), Portugal (36), Filipina (52), Rusia (53), Brasil (57), India (71), Yunani (81), Mesir (119) dan Pakistan (129). Pada tahun 2012 daya saing Indonesia ada pada peringkat 50, tahun 2013 urutan ke-38 dan tahun ini menempati urutan ke-34.

Membaiknya daya saing Indonesia antara lain ditopang oleh ‘prestasi’ pertumbuhan ekonomi yang rata-rata mencapai 5,8% per tahun sejak 2005. Di tengah melambatnya perekonomian global, pertumbuhan ekonomi nasional di atas 5%.

Peningkatan daya saing Indonesia juga banyak didorong oleh kemajuan pembangunan infrastruktur. Meskipun infrastruktur kita masih banyak masalah, namun dalam kurun waktu 5 tahun terakhir progresnya cepat, terutama infrastruktur konektivitas.

Kenaikan peringkat daya saing Indonesia seyogyanya dapat terus diupayakan percepatannya dalam  menghadapi persaingan MEA 2015 mendatang, strategi utama yang dapat dipertimbangkan adalah memacu percepatan reformasi birokrasi.

Hal ini didasari atas kenyataan masih belum kondusifnya  dukungan birokrasi dalam mengoptimalkan peningkatan daya saing, terutama terkait dengan mengembangkan kemudahan berbisnis (doing business) sebagai salah satu tolok ukur utama daya saing negara.

Dari berbagai riset dan literatur sudah diidentifikasi bahwa rendahnya kapasitas kelembagaan birokrasi merupakan penyebab rendahnya tingkat kemudahan menjalankan bisnis di Indonesia.

Hal ini kontraproduktif dengan  proyeksi semakin meningkatnya kompleksitas pengelolaan makroekonomi jelang pemberlakuan MEA 2015,  yang  memerlukan penguatan dan peningkatan kapasitas institusional secara memadai dan berkesinambungan.

Kapasitas kelembagaan birokrasi bukan hanya mencakup institusi yang efisien, namun juga jajaran staf birokrasi yang berkualitas dan regulasi yang kondusif bagi pengembangan iklim investasi.

Survei yang dilakukan Bank Dunia juga menunjukkan korelasi kuat antara tingkat kemudahan menjalankan bisnis dan tingkat daya saing ekonomi. Masalah pemberdayaan kelembagaan birokrasi tampaknya memang menjadi soal sangat serius bagi Indonesia ke depannya.

Upaya-upaya berkelanjutan dalam menciptakan efektif dan efisiensi birokrasi seyogyanya menjadi upaya bersama untuk diwujudkan percepatannya. Kementerian/lembaga yang terkait dengan pelayanan publik harus menjadi aktor-aktor utama perubahan kelembagaan yang lebih baik yang diikuti dengan kesamaan dalam menerjemahkan visi sampai dengan level birokrasi di pemerintah daerah.

Di tingkat daerah, pemerintah daerah seyogyanya mengubah paradigma penggalian pendapatan daerah yang bersumber dari pungutan daerah, serta menjadikan  pemodal atau investor yang akan menanamkan modalnya di daerah sebagai pihak yang membutuhkan pelayanan yang baik.

Harus dipahami bahwa persaingan di tingkat regional Asean, Asia, bahkan global, akan menghadapkan birokrasi pemerintahan Indonesia dengan negara-negara lain. Maka, unsur birokrasi pemerintahan pada level pusat dan daerah, harus bersiap diri untuk berkompetisi dengan birokrat dari negara-negara lain.

Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) untuk basis inovasi di kelembagaan pemerintahan juga perlu dilakukan karena arah birokrasi ke depan adalah otomasi atau bahkan digitalisasi yang akan makin mengefisienkan roda birokrasi.

Implementasi prinsip-prinsip effective and efficient government dengan menata ulang struktur birokrasi, memacu daya adaptasi birokrasi terhadap perubahan  dalam penyelenggaraan pemerintahan, merupakan kata kunci dalam mengoptimalkan peran kelembagaan birokrasi bagi peningkatan daya saing nasional.

Dari sisi SDM,  perlu terus diupayakan   membangun meritokrasi sistem staffing birokrasi, melalui implementasi open recruitment, dengan open recruitment, diharapkan akan didapatkan  calon-calon yang kapabel untuk memegang jabatan tertentu.

Menata ulang kelembagaan dan SDM birokrasi seyogyanya  menjadi prioritas pada semua tataran birokrasi, mengingat semakin ketatnya persaingan ekonomi kawasan pada masa mendatang.

Ketatnya persaingan akan  menjadikan semakin sentralnya peran birokrasi sebagai “center of activity”  yang menjamin akselerasi berbagai implementasi  kebijakan dan program yang dirancang untuk memenangkan persaingan jelang MEA 2015.

Birokrasi harus mampu memberi sumbangsih   dalam pemberdayaan masyarakat, menjadi katalisator dan inovator serta membangun kompetisi dalam arti positip, menjadikan birokrasinya saling bersaing, antar bagian dalam memberikan pendampingan dan penyediaan regulasi dan barang-barang kebutuhan publik.

Transformasi jiwa-jiwa entrepreneurship  ke dalam birokrasi dapat  menjadi alternatif solusi dalam menjawab tantangan tersebut,  mewirausahakan birokrasi  sejatinya adalah sebuah usaha reformasi birokrasi dari aspek sumber daya manusia, yang dapat dilakukan paralel dengan  usaha untuk mereformasi birokrasi dari aspek sistem dan kelembagaan birokrasi yang ada.

Mentransformasikan jiwa-jiwa entrepreneurship ke dalam birokrasi, membangun pemerintahan yang kompetitif dan berwawasan ke depan, sebagaimana konsepsi  David Osborne dan Ted Gaebler dalam buku “Reinventing Goverment” tampaknya layak dipertimbangkan dalam menyongsong pemberlakuan MEA 2015.

Mengembangkan spirit wirausahawan pada birokrasi dapat menjadi alternatif pilihan dalam memenangkan persaingan MEA 2015, dengan mewirausahakan birokasi akan menghasilkan individu-individu birokrasi yang beroreintasi kepada tindakan yang bermotivasi tinggi dalam menjalankan tugas-tugasnya, efesien, kreatif dan inovatif dalam memasarkan potensi unggulan daerah,  agar memiliki  nilai tambah ekonomi tinggi.

Sikap-sikap mental yang positif dari jiwa-jiwa entrepreneurship  seyogyanya dapat menjadi sebuah daya yang besar dalam mengoptimalkan   kinerja birokrasi dalam mengembangkan investasi, mengatasi masalah ketenagakerjaan, pembangunan infrastruktur dan mengembangkan ekonomi kreatif.

Optimalisasi kinerja birokrasi sangat dibutuhkan dalam memenangkan kompetisi yang terjadi di segala lini dari mulai persaingan mendapatkan investasi, kualitas dan harga jual produk ekspor, pasar tenaga kerja, kualitas infrastruktur, hingga regulasi yang pro-investasi.

Kita tentunya berharap dengan mentransformasi spirit kewirausahaan dalam birokrasi akan dapat semakin meningkatkan  kinerja birokrasi dalam  memperkuat daya saing ekonomi nasional  dalam memenangkan persaingan MEA 2015, sehingga dapat mempercepat terwujudnya peningkatan kesejahteraan rakyat.

Sumber:
http://setkab.go.id/peningkatan-daya-saing-ekonomi-dan-peran-birokrasi/
http://www.bappenas.go.id/berita-dan-siaran-pers/pentingnya-peningkatan-daya-saing-nasional-bagi-indonesia/


Prospek UKM dalam Era Perdagangan Bebas dan Globalisasi Dunia


Bagi setiap unit usaha dari semua skala dan di semua sektor ekonomi, era perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia di satu sisi akan menciptakan banyak kesempatan. Namun disisi lain akan menciptakan bamyak tantangan yang apabila tidak dapat dihadapi dengan baik akan menjelma menjadi ancaman. Bentuk kesempatan dan tantangan yang akan muncul tentu akan berbeda menurut jenis kegiatan ekonomi yang berbeda. Globalisasi perekonomian dunia juga memperbesar ketidakpastian terutama karena semakin tingginya mobilisasi modal, manusia, dan sumber daya produksi lainnya serta semakin terintegrasinya kegiatan produksi, investasi dan keuangan antarnegara yang antara lain dapat menimbulkan gejolak-gejolak ekonomi di suatu wilayah akibat pengaruh langsung dariketikstabilan ekonomi di wilayah lain.

1. Sifat Alami dari Keberadaan UKM

Laju pertumbuhan negatif dari jumlah UK lebih kecil dibandingkan apa yang dialami oleh UM dan UB. Perbedaan ini disuatu sisi memberi suatu kesan bahwa pada umumnya UK lebih “ tahan banting” dibandingkan dua kelompok usaha lainnya itu dalam menghadapi suatu gejolak ekonomi. Relatif lebih baiknya UK dibandingkan UM atau UB dalam menghadapi krisis ekonomi tahun tahun 1998 tidak lepas dengan sifat alami dari keberadaan UM, apalagi UB di indonesia. Sifat alami yang berbeda ini sangat penting untuk dipahami, agar dapat memprediksi masa depan UK atau UKM.

Seperti dibanyak LCDs lainnya, UK di Indonsia didominasi oleh unit-unit usaha tradisional, yang di satu sisi, dapat di bangun dan beroperasi hanya dengan modal kerja dan modal investasi kecil dan tanpa perlu menerapkan sistem organisasi dan manajemen modern yang kompleks dan mahal, seperti di usaha-usaha modern (UB dan hingga tingkat tertentu UM), dan di sisi lain, berbeda dengan UM, UK pada umumnya membuat barang-barang konsumsi sederhana untuk kebutuhan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Untuk membuat barang-barang tersebut, UK tidak terlalu memerlukan L dengan tingkat pendidikan formal yang tinggi dan harus digaji mahal (tidak perlu memakai seorang manajer dengan diploma MBA atau yang memiliki diploma sarjana ekonomi atau seorang insinyur) dan tidak membutuhkan teknologi (T) canggih dalam bentuk mesin-mesin dan alat-alat produksi modern, oleh karena itu, tidak mengherankan bila melihat Indonesia adalah dari kelompok masyarakat berpendidikan rendah (SD), dan kebanyakan dari mereka menggunakan mesin serta alat produksi sederhana atau hasil rekayasa sendiri.

Implikasi dari sifat alami ini bebeda dengan UM dan UB. UK sebenarnya tidak terlalu tergantung pada fasilitas-fasilitas dari pemerintah termasuk skim-skim krdit murah. Banyak studi yang menunjukan bahwa ketergantungan UK terhadap modal dari sumer-sumber informal jauh lebih besar daripada terhadap kredit perbankan karena berbagai alasan.

2. Kemampuan UKM

Dalam era perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia, kemajuan T, penguasaan ilmu pengetahuan, dan kualitas SDM yang tinggi (profesionalisme) merupakan tiga faktor keunggulan kompetitif yang akan menjadi dominan dalam menentukan bagus tidaknya prospek dari suatu usaha. Jika pengusaha kecil dan menengah Indonesia tidak memiliki ketiga keunggulan kompetitif tersebut bahkan, UKM indonesia akan terancam tergusur dari segmen pasarnya sendiri oleh produk-produk M dengan harga yang lebih murah dan kualitas serta disain yang lebih baik, seperti yang terjadi sekaarang dengan membanjirnya barang-barang dari Cina sampai kepasar-pasar tradisional.

Pentingnya ketiga faktor keunggulan kompetitif tersebut dikombinasikan dengan faktor-faktor kekuatan lainnya yang sangat menentukan prospek UKM di masa depan. Didalam era perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia, lingkungan eksternal domestik dipengaruhi oleh tiga faktor penting, yang merupakan tiga tantangan yang dihadapi oleh setiap perusahaan di Indonesia. Jika perusahaan-perusahaan di Indonesia tidak siap, tantangan-tantangan tersebut bisa berubah menjadi Empat ancaman.

http://cintailmupengetahuan.blogspot.com/2011/05/ukm.html
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=09&notab=3


Ekspor

 

EKSPOR
Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain. Proses ini seringkali digunakan oleh perusahaan dengan skala bisnis kecil sampai menengah sebagai strategi utama untuk bersaing di tingkat internasional. Strategi ekspor digunakan karena risiko lebih rendah, modal lebih kecil dan lebih mudah bila dibandingkan dengan strategi lainnya.
UKM di Indonesia sangat diharapkan karena memang mempunyai potensi besar sebagai salah satu sumber penting perkembangan (diversifikasi) dan pertumbuham X, khususnya X manufaktur. Kemampuan UKM Indonesia untuk merealisasikan potensi X-nya ditentukan oleh suatu kombinasi dari sejumlah faktor-faktor keunggulan relatif yang dimiliki UKM Indonesia atas pesaing-pesaingnya, baik dari dalam usaha besar (UB) maupun luar negeri.

JENIS-JENIS EKSPOR

1.     Ekspor Langsung
Ekspor langsung adalah cara mejual barang atau jasa melalui perantara yang bertempat di negara lain atau negara tujuan ekspor. Penjualan dilakukan melalui distributor dan perwakilan penjualan perusahaan. Keuntungannya, produksi terpusat di negara asal dan kontrol terhadap distribusi lebih baik. Kelemahannya, biaya transportasi lebih tinggi untuk produk dalam skala besar dan adanya hambatan perdagangan serta proteksionisme.

2.     Ekspor Tidak Langsung
Ekspor tidak langsung adalah teknik dimana barang dijual melalui perantara negara asal kemudian dijual oleh perantara tersebut. Dengan menggunakan cara ini, eksporter memiliki kesempatan untuk.. Melalui, perusahaan manajemen ekspor ( export management comapanies ) dan perusahaan pengekspor ( export trading companies ). Kelebihannya, sumber daya produksi terkonsentrasi dan tidak perlu menangani ekspor secara langsung. Kelemahannya, kontrol terhadap distribusi kurang dan pengetahuan terhadap operasi di negara lain kurang.

TAHAP-TAHAP EKSPOR
Dalam perencanaan ekspor, perlu dilakukan berbagai persiapan, berikut 4 langkah persiapannya:
·       Identifikasi pasar yang potensial
·       Penyesuaian antara kebutuhan pasar dengan kemampuan, SWOT analisis
·       Melakukan Pertemuan, dengan eksportir,agen,dll
·       Alokasi sumber daya

http://ratnasarivicky09.blogspot.com/2011/04/usaha-kecil-dan-menengah.html




Nilai Output dan Nilai Tambah UKM


Peran UKM di Indonesia dalam bentuk kontribusi output terhadap pembentukan atau pertumbuhan PDB cukup besar, walaupun tidak sebesar kontribusinya terhadap penciptaan kesempatan kerja. Kontribusi NO atau NT terhadap pembentukan PDB jauh lebih besar dibandingkan kontribusi dari UM. Akan tetapi, perbedaan ini tidak dikarenakan tingkat produktivitas di UK lebih tinggi daripada di UM, melainkan lebih didorong oleh jumlah unit dan L yang memang jauh lebih banyak di UK dibandingkan di UM (dan UB).

Dari data BPS (statistik Indonesia 2001) mengenai NO dan NT dari UK di sektor industri manufaktur menurut kelompok industri (kode 31 s/d 39), ada beberapa hal yang menarik. pertama, NO atau NT bervariasi menurut subsektor, dan yang paling banyak (seperti juga ditunjukan oleh data dari sumber lain) yakni makanan, dan minuman, dan tembakau (31),tekstil dan produk-produknya (TPT), dan kulit serta produk-produknya(32), dan kaqyu beserta produk-produknya (33), yang memberi suatu kesan bahwa IK dan IMI pada umumnya lebih unggul di ketiga subsektor itu dibandingkan di subsektor-subsektor lainnya. Kedua, di beberapa kelompok industri seperti 31 dan 33, NO atau NT dari IMI lebih besar dibandingkan IK.
Sedangkan hasil SUSI (2000) menyajikan data mengenai nilai produk bruto (NO), biaya antara, dan upah serta gaji dari usaha tidak berbadan hukum. Dari selisih antara NO dan biaya antara, bisa didapat suatu gambaran mengenai besarnya NT yang diciptakan oleh kelompok usaha ini. Perdagangan besar,eceran, dan rumah makan serta jasa akomodasi merupakan sektor dimana usaha tidak berbadan hukum menghasilkan NO paling besar; disusul kemudian industri pengolahan. Disektor terakhir ini, NO dari IMI sedikit lebih kecil dibandingkan NO yang diciptakan oleh Ik. Didalam SUSI 2000, NO dan perhitungan NT-nya dari usaha tidak berbadan hukum juga di jaabarkan menurut wilayah.

http://cintailmupengetahuan.blogspot.com/2011/05/ukm.html



Perkembangan Jumlah Unit Tenaga Kerja di UKM


Selama tahun 1997-2001 jumlah unit usaha dari semuaskala mengalami peningkatan sebesar 430.404 unit dari 39.767.207 unit tahun 1997, menjadi 40.197.611 unit tahun 2001. Secara parsial, kelompok unit usaha yang paling banyak adalah UK, yang jumlahnya tahun 1997 sebesar 39,7 juta unit lebih dan tahun 2001 diperkirakan mencapai 40 juta unit lebih. Saat krisis ekonomi mencapai klimaksnya pada tahun 1998, usha dari semua kategori mengalami pertumbuhan negatif, yang mana jumlah UK sendiri berkurang hampir 3 juta unit atau pertumbuhan sekitar -7,4%. sedangkan, UM dan UB mengalami pertumbuhan negatif lebih besar, yakni masing-masing 14,2% dan 12,7%. Perbedaan ini mengidentifikasi bahwa UM dan UB mengalami efek negatif lebih besar dibandingkan UK dari krisis ekonomi.

Jumlah unit UKM bervariasi menurut sektor, dan terutama UK terkonsentrasi di pertanian, peternakan,kehutanan, dan perikanan. Tahun 1997, jumlah UK di sektor tersebut tercatat 22.511.588 unit, dan tahun 1998 jumlahnya meningkat menjadi 23.097.871 unit, atau tumbuh 2,6% (dibandingkan UM yang tumbuh 1,2%) Variasi ini erat kaitanya dengan sifat alamiah yang berbeda antarsektor, misal dalam aspek-aspek pasar (voleme, struktur, dan sistem atau pola persaingan, perubahan harga, dan sistem distribusi); ketersedian input, kebutuhan dan ketersediaan teknologi; SDM dan modal; kebijakan sektoral dan ekonomi makro; dan bentuk serta tingkat persaingan antara sesama UKM dan antara UKM dengan UB dan produk-produk impor.

Secara teori, perbedaan kinerja UKM di sektor pertanian dengan kinerja UKM di sektor industri pengolahan dapat dijelaskan dengan pendekatan analisis dari sisi penawaran dan sisi permintaan. Dari sisi penawaran, UKM di sektor pertanian (atau usaha pertanian pada umumnya) tidak mengalami supply bottleneck akibat depresi rupiah seperti yang banyak dialami oleh UKM di sektor industri pengolahan. Alasan utamanya adalah karena UKM di sektor pertanian tidak terlalu tergantung pada impor bahan baku dan inputlainnya dan juga tidak pada kredit perbankan; sedangkan di sektor industri pengolahan banyak sekali UKM yang memakai bahan baku, alat-alat produksi dan input lainnya yang diimpor, serta yang membiayai produksinya dengan pinjaman dari bank atau daru UB lewat program-program kemitraan usaha yang dipelopori pemerintah pada zaman Soeharto. Selain itu, selama krisis banyak orang yang di PHK di sektor industri pengolahan, kembali ke desa asalnya dan membuka pertanian skala kecil, dan ini tentu menambah jumlah unit UKM di sektor tersebut. Dari sisi permintaan,pasar domestik untuk komoditi-komoditi pertanian tetap besar,sekalipun pada masa krisis karena orang tetap harus makan; sementara pasar luar negeri semakin terbuka karena daya saing harga dari komoditi-komoditi petanian di indonesia mengalami peningkatan pada saat nilai tukar rupiah mengalami penurunan.

Distribusi jumlah unit menurut skala usaha dan sektor menunjukkan bahwa di satu sisi, UKM memiliki keunggulan atas UB di pertanian, dan di sisi lain, dilihat dari jenis produk yang dibuat, jenis teknologi dan alat-alat produksi yang dipakai, dan metode produksi yang diterapkan, UKM di Indonesia pada umumnya masih dari kategori usaha ‘primitif’. Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan UKM di negara-negara seperti Korea Selatan, Jepang, dan Taiwan yang sangat unggul dalam produksi barang-barang jadi maupun setengah jadi seperti komponen-komponen mesin, otomotif, dan alat-alat elektronika.

UKM di Indonesia sangat penting terutama dalam penciptaan/pertumbuhan kesempatan kerja, menunjukan bahwa kelompok usaha ini mengerjakan jauh lebih banyak orang dibandingkan jumlah orang yang bekerja di UB.Pentingnya UKM sebagai salah satu sumber pertumbuhan kesempatan kerja di indonesia tidak hanya tercerminkan pada kondisi statis, yakni jumlah orangyang bekerja di kelompok usaha tersebut yang jauh lebih banyak daripada yang diserap oleh UB, tetapi juga dapat dilihat pada kondisi dinamis, yakni dari laju kenaikannya setiap tahun yang lebih tinggi daripada di UB. Di dalam kelompok UKM juga terdapat perbedaan antara UK dan UM.


http://brigasw.blogspot.com/2015/04/perkembangan-jumlah-unit-tenaga-kerja.html?view=classic

Definisi UKM


Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.”
Kriteria usaha kecil menurut UU No. 9 tahun 1995 adalah sebagai berikut :
  1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha
  2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu Miliar Rupiah)
  3. Milik Warga Negara Indonesia
  4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar
  5. Berbentuk usaha orang perorangan , badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.
ndonesia, UKM adalah tulang punggung ekonomi Indonesia. Jumlah UKM hingga 2011 mencapai sekitar 52 juta. UKM di Indonesia sangat penting bagi ekonomi karena menyumbang 60% dari PDB dan menampung 97% tenaga kerja. Tetapi akses ke lembaga keuangan sangat terbatas baru 25% atau 13 juta pelaku UKM yang mendapat akses ke lembaga keuangan . Pemerintah Indonesia, membina UKM melalui Dinas Koperasi dan UKM, di masing-masing Provinsi atau Kabupaten/Kota
Menteri Koperasi dan UKM Syarifuddin Hasan mengatakan Pemerintah akan menarik pajak bagi sektor UKM beromzet Rp300 juta hingga Rp4 miliar per tahun. Hal tersebut akan dilaksanakan karena pemerintah mengakui membutuhkan uang untuk proyek infrastruktur.


http://id.wikipedia.org/wiki/Usaha_Kecil_dan_Menengah