Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan,
dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh
kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.
Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara
subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan
evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah
mapan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya
mencakup:
·
Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan
pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan
dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan
dasar.
·
Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial,
ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat.
Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup
masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
·
Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang
memadai. Makna “memadai” di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian
politik dan ekonomi di seluruh dunia.
KONSEPSI DAN DIMENSI
Secara umum coping strategies dapat
didefinisikan sebagai kemampuan seseorang dalam menerapkan seperangkat cara
untuk mengatasi berbagai permasalahan yang melingkupi kehidupannya. Dalam
konteks keluarga miskin, menurut Moser (1998), strategi penanganan masalah ini
pada dasarnya merupakan kemampuan segenap anggota keluarga dalam mengelola atau
memenej berbagai asset yang dimilikinya. Moser mengistilahkannya dengan nama “asset
portfolio management”. Berdasarkan konsepsi ini, Moser (1998:4-16) membuat
kerangka analisis yang disebut “The Asset Vulnerability Framework”.
Kerangka ini meliputi berbagai pengelolaan asset seperti:
· Asset tenaga
kerja (labour assets), misalnya meningkatkan keterlibatan wanita
dan anak-anak dalam keluarga untuk bekerja membantu ekonomi rumah tangga.
· Asset modal
manusia (human capital assets), misalnya memanfaatkan status
kesehatan yang dapat menentukan kapasitas orang untuk bekerja atau
keterampilan dan pendidikan yang menentukan kembalian atau hasil kerja (return)
terhadap tenaga yang dikeluarkannya.
· Asset
produktif (productive assets), misalnya menggunakan rumah,
sawah,ternak, tanaman untuk keperluan hidupnya.
· Asset relasi
rumah tangga atau keluarga (household relation assets),
misalnya memanfaatkan jaringan dan dukungan dari sistem keluarga besar,
kelompok etnis, migrasi tenaga kerja dan mekanisme “uang kiriman” (remittances).
· Asset modal
sosial (social capital assets), misalnya memanfaatkan lembaga-lembaga
sosial lokal, arisan, dan pemberi kredit informal dalam proses dan sistem
perekonomian keluarga.
Keluarga dan Mata Pencaharian
Sebagian besar penelitian mengenai coping strategies
menggunakan keluarga atau rumahtangga sebagai unit analisis. Meskpun istilah
keluarga dan rumahtangga sering dipertukarkan, keduanya memiliki sedikit
perbedaan. Keluarga menunjuk pada hubungan normatif antara orang-orang yang
memiliki ikatan biologis. Sedangkan rumahtangga menunjuk pada sekumpulan orang
yang hidup satu atap namun tidak selalu memiliki hubungan darah. Baik anggota
keluarga maupun rumahtangga umumnya memiliki kesepakatan untuk menggunakan
sumber-sumber yang dimilikinya secara bersama-sama.
Konsep mata pencaharian (livelihood) sangat
penting dalam memahami coping strategis karena merupakan bagian dari atau
bahkan kadang-kadang dianggap sama dengan strategi mata pencaharian (livelihood
strategies). Suatu mata pencaharian meliputi pendapatan (baik yang bersifat
tunai maupun barang), lembaga-lembaga sosial, relasi jender, hak-hak
kepemilikan yang diperlukan guna mendukung dan menjamin kehidupan (Ellis,
1998). Chambers dan Conway (1992) menjelaskan berbagai komponen dan interaksi
antara berbagai aspek mata pencaharian yang menunjang kehidupan. Suatu
kehidupan ditunjang oleh interaksi antara orang, asset nyata dan asset tidak
nyata. Orang menunjuk pada kemampuan mencari nafkah (livelihood capabilities),
asset nyata menunjuk pada simpanan (makanan, emas, tabungan) dan sumber-sumber
(tanah, air, sawah, tanaman, binatang ternak), sedangkan aset tidak nyata
menunjuk pada klaim dan akses yang merupakan kesempatan-kesempatan untuk
menggunakan sumber, simpanan, pelayanan, informasi, barang-barang, teknologi,
pekerjaan, makanan dan pendapatan .
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar