Sumberdaya alam merupakan
karunia dan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa
Indonesia sebagai kekayaan yang tak ternilai harganya. Oleh karena itu sumber
daya alam wajib dikelola secara bijaksana agar dapat dimanfaatkan secara
berdaya guna, berhasil guna dan berkelanjutan bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat, baik generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Ketersediaan
sumberdaya alam baik hayati maupun non-hayati sangat terbatas, oleh karena itu
pemanfaatannya baik sebagai modal alam maupun komoditas harus dilakukan secara
bijaksana sesuai dengan karakteristiknya.
Sejalan dengan Pasal 33 ayat
(3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menentukan bahwa bumi, air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, maka pengelolaan sumberdaya alam harus
berorientasi kepada konservasi sumberdaya alam (natural resource oriented)
untuk menjamin kelestarian dan keberlanjutan fungsi sumberdaya alam, dengan
menggunakan pendekatan yang bercorak komprehensif dan terpadu.
Namun kenyataannya apa yang
diidealkan dan diharapkan sebagaimana uraian di atas adalah jauh dari
harapan, telah terjadi banyak kerusakan atas SDA kita, yang ternyata persoalan
pokok dari sumber daya alam (dan lingkungan hidup) yang terjadi selama
ini justru dipicu oleh persoalan Hukum dan Kebijakan atas sumber Daya Alam
tersebut.
Oleh karenanya dengan melihat
kondisi di atas Hukum Sumber Daya Alam sebagai bagian dari Hukum Tata Ruang dan
Sumber Daya Alam, di mana hal ini sebagai mata kuliah baru di lingkungan
Fakultas Hukum Universitas Widya Gama, yang pada dasarnya merupakan materi
kuliah yang mempelajari persoalan-persoalan hukum yang berkaitan dengan atau
tentang sumber daya alam adalah menjadi hal yang penting untuk dipahami dan
dipelajari guna memahami persoalan-persoalan hukum yang muncul dan melingkupi
sumber daya alam di Indonesia.
Istilah
dan Pengertian
Istilah Sumber Daya Alam sendiri
secara yuridis dapat ditemukan di Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR RI/1999 tentang
Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004, khususnya Bab IV Arah
Kebijakan Hurup H Sumber daya Alam dan Lingkungan Hidup angka 4, yang
menyatakan: “Mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan
hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya
masyarakat lokal, serta penataan ruang, yang pengusahaannya diatur dengan
undang-undang”. Demikian juga pada ketentuan Ketetapan MPR RI Nomor
IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber daya Alam,
khususnya Pasal 6 yang menyatakan: “Menugaskan kepada Dewan Perwakilan Rakyat
bersama Presiden Republik Indonesia untuk segera mengatur lebih lanjut
pelaksanaan pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam serta
mencabut,mengubah dan/atau mengganti semua undang-undang dan peraturan
pelaksanaannya yang tidak sejalan dengan dengan Ketetapan ini.”
Sedang pengertian Sumber Daya
Alam (SDA) sendiri secara yuridis cukup sulit ditemukan, namun kita dapat
meminjam pengertian SDA ini dari RUU Pengelolaan SDA yang memberikan
batasan/pengertian sebagai berikut: “Sumber daya alam adalah semua benda, daya,
keadaan, fungsi alam, dan makhluk hidup, yang merupakan hasil proses
alamiah, baik hayati maupun non hayati, terbarukan maupun tidak terbarukan”
Demikian juga halnya dengan
istilah dan pengertian Hukum Sumber Daya Alam sendiri ternyata cukup sulit
untuk mencari hal tersebut. Secara yuridis kita dapat menemukan istilah Hukum
Sumber Daya Alam (yang dapat kita interpretasikan secara bebas) adalah di
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2000 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Tahun Anggaran 2001 Rencana Pembangunan Tahunan (REPETA) Tahun 2001,
khususnya Lampiran Bab VIII Bidang Sumber daya Alam dan Lingkungan Hidup Butir
VIII.2.4. Program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum Pengelolaan Sumber
daya Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup, yang menyatakan: “Kegiatan pokok
program ini dalam tahun 2001 adalah: (1)…………….; (2)…………… ; (3) Penyusunan
undang-undang sumber daya alam berikut perangkat peraturannya; (4) …………
dan seterusnya”. Namun demikian penjelasan dan pengertian atas istilah Hukum
Sumber Daya Alam pada UU No. 35/2000 tersebut juga belum memberikan pemahaman
yang tuntas.
Penjelasan yang agak cukup
gamblang dapat kita pahami dari Sundari Rangkuti, yang menyatakan:
“Pada pengelolaan lingkungan
kita berhadapan dengan hukum sebagai sarana pemenuhan kepentingan. Berdasarkan
kepentingan-kepentingan lingkungan yang bermacam-macam dapat dibedakan
bagian-bagian hukum lingkungan:
Hukum Bencana
(Ramperenrecht);
Hukum Kesehatan Lingkungan
(Milieuhygienerecht);
Hukum tentang Sumber Daya
Alam (Recht betreffende natuurlijke rijkdommen) atau Hukum Konservasi (Natural
Resources Law);
Hukum tentang Pembagian
Pemakaian Ruang (Recht betreffende de verdeling van het ruimtegebruik) atau
Hukum Tata Ruang;
Hukum Perlindungan Lingkungan
(Milieu beschermingsrecht)”
Dari penjelasan itu tampak
bahwa sebetulnya Hukum SDA merupakan bagian dari Hukum Lingkungan, menurut
Rangkuti Hukum Lingkungan menyangkut penetapan nilai-nilai (waardenbeoordelen),
yaitu nilai-nilai yang sedang berlaku dan nilai-nilai yang diharapkan
diberlakukan di masa mendatang serta dapat disebut “hukum yang mengatur tatanan
lingkungan hidup”. Dengan demikian Hukum Lingkungan adalah hukum yang mengatur
hubungan timbal balik antara manusia dengan mahluk hidup lainnya yang apabila
dilanggar dapat dikenankan sanksi.
Apabila hal tersebut kemudian
kita kaitkan dengan persoalan SDA maka Hukum Sumber Daya Alam adalah Hukum yang
merupakan bagian dari Hukum Lingkungan yang mengatur hubungan timbal balik
antara manusia dengan mahluk hidup lainnya dalam hal soal SDA, yang apabila
dilanggar dapat dikenankan sanksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar