Allah Ta’ala telah berfirman :
''Setiap amal anak Adam adalah untuknya kecuali shaum, sesungguhnya shaum
itu untuk Aku dan Aku sendiri yang akan memberi balasannya. Dan shaum itu
adalah benteng (dari api neraka), maka apabila suatu hari seorang dari kalian
sedang melaksanakan shaum, maka janganlah dia berkata rafats dan bertengkar
sambil berteriak. Jika ada orang lain yang menghinanya atau mengajaknya
berkelahi maka hendaklah dia mengatakan ‘Aku orang yang sedang shaum’. Dan demi
Zat yang jiwa Muhammad berada di tanganNya, sungguh bau mulut orang yang sedang
shaum lebih harum di sisi Allah Ta’ala dari pada harumnya minyak misik. Dan
untuk orang yang shaum akan mendapatkan dua kegembiraan yang dia akan
bergembira dengan keduanya: Apabila berbuka dia bergembira dan apabila berjumpa
dengan Rabnya dia bergembira disebabkan ibadah shaumnya itu''. (HR. Al-Bukhari
no. 1771 dan Muslim no. 1151)
Adapun macam-macam puasa sunnah beserta keutamaannya masing-masing yaitu :
1. Puasa Enam Hari di Bulan Syawal
Baik dilakukan secara berturutan ataupun tidak. Keutamaan puasa romadhon
yang diiringi puasa Syawal ialah seperti orang yang berpuasa selama setahun
(HR. Muslim).
2. Puasa Sepuluh Hari Pertama Bulan Dzulhijjah
Yang dimaksud adalah puasa di sembilan hari yang pertama dari bulan ini,
tidak termasuk hari yang ke-10. Karena hari ke-10 adalah hari raya kurban dan
diharomkan untuk berpuasa.
3. Puasa Hari Arofah
Yaitu puasa pada hari ke-9 bulan Dzuhijjah. Keutamaan: akan dihapuskan
dosa-dosa pada tahun lalu dan dosa-dosa pada tahun yang akan datang (HR.
Muslim). Yang dimaksud dengan dosa-dosa di sini adalah khusus untuk dosa-dosa
kecil, karena dosa besar hanya bisa dihapus dengan jalan bertaubat.
4. Puasa Muharrom
Yaitu puasa pada bulan Muharrom terutama pada hari Assyuro’.
Keutamaannya adalah bahwa puasa di bulan ini adalah puasa yang paling utama
setelah puasa bulan Romadhon (HR. Bukhori)
5. Puasa Assyuro’
Hari Assyuro’ adalah hari ke-10 dari bulan Muharrom. Nabi sholallohu
‘alaihi wasssalam memerintahkan umatnya untuk berpuasa pada hari Assyuro’ ini
dan mengiringinya dengan puasa 1 hari sebelum atau sesudahnhya. Hal ini
bertujuan untuk menyelisihi umat Yahudi dan Nasrani yang hanya berpuasa pada
hari ke-10. Keutamaan: akan dihapus dosa-dosa (kecil) di tahun sebelumnya (HR.
Muslim).
6. Puasa Sya’ban
Disunnahkan memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban. Keutamaan: bulan ini
adalah bulan di mana semua amal diangkat kepada Robb semesta alam (HR.
An-Nasa’i & Abu Daud, hasan).
7. Puasa pada Bulan Harom (bulan yang dihormati)
Yaitu bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharrom, dan Rojab. Dianjurkan
untuk memperbanyak amal ibadah pada bulan-bulan tersebut termasuk ibadah puasa.
8. Puasa Senin dan Kamis
Namun tidak ada kewajiban mengiringi puasa hari Senin dengan puasa hari
Kamis atau sebaliknya. Keduanya merupakan hari di mana amal-amal hamba diangkat
dan diperlihatkan kepada Alloh.
9. Puasa 3 Hari Setiap Bulan
Disunnahkan untuk melakukannya pada hari-hari putih (Ayyaamul Bidh)
yaitu tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan. Sehingga tidaklah benar anggapan
sebagian orang yang menganggap bahwa puasa pada harai putih adalah puasa dengan
hanya memakan nasi putih, telur putih, air putih, dsb.
10. Puasa Dawud
Yaitu puasa sehari dan tidak puasa sehari. Kemudian puasa sehari dan
tidak puasa sehari. Keutamaannya adalah karena puasa ini adalah puasa yang
paling disukai oleh Alloh (HR. Bukhori-Muslim).
Ketentuan dalam Melakukan Puasa Sunnah
Pertama: Boleh berniat puasa sunnah setelah terbit fajar jika belum makan,
minum dan selama tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa. Berbeda dengan
puasa wajib maka niatnya harus dilakukan sebelum fajar.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Pada suatu
hari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menemuiku dan bertanya, “Apakah kamu
mempunyai makanan?” Kami menjawab, “Tidak ada.” Beliau berkata, “Kalau begitu,
saya akan berpuasa.” Kemudian beliau datang lagi pada hari yang lain dan kami
berkata, “Wahai Rasulullah, kita telah diberi hadiah berupa Hais (makanan yang
terbuat dari kura, samin dan keju).” Maka beliau pun berkata, “Bawalah kemari, sesungguhnya
dari tadi pagi tadi aku berpuasa.” (HR. Muslim no. 1154). An Nawawi memberi
judul dalam Shahih Muslim, “Bab: Bolehnya melakukan puasa sunnah
dengan niat di siang hari sebelum waktu zawal (bergesernya matahari ke barat)
dan bolehnya membatalkan puasa sunnah meskipun tanpa udzur. ”
Kedua: Boleh menyempurnakan atau membatalkan puasa sunnah. Dalilnya adalah
hadits ‘Aisyah diatas. Puasa sunnah merupakan pilihan bagi seseorang ketika ia
ingin memulainya, begitu pula ketika ia ingin meneruskan puasanya. Inilah
pendapat dari sekelompok sahabat, pendapat Imam Ahmad, Ishaq, dan selainnya.
Akan tetapi mereka semua, termasuk juga Imam Asy Syafi’i bersepakat bahwa
disunnahkan untuk tetap menyempurnakan puasa tersebut.[10]
Ketiga: Seorang istri tidak boleh berpuasa sunnah sedangkan suaminya
bersamanya kecuali dengan seizin suaminya. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang wanita berpuasa
sedangkan suaminya ada kecuali dengan seizinnya.” (HR. Bukhari no. 5192 dan
Muslim no. 1026)
An Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Yang dimaksudkan
dalam hadits tersebut adalah puasa sunnah yang tidak terikat dengan waktu
tertentu. Larangan yang dimaksudkan dalam hadits di atas adalah larangan haram,
sebagaimana ditegaskan oleh para ulama Syafi’iyah. Sebab pengharaman tersebut
karena suami memiliki hak untuk bersenang-senang dengan istrinya setiap
harinya. Hak suami ini wajib ditunaikan dengan segera oleh istri. Dan tidak
bisa hak tersebut terhalang dipenuhi gara-gara si istri melakukan puasa sunnah
atau puasa wajib yang sebenarnya bisa diakhirkan.”[11] Beliaurahimahullah menjelaskan
pula, “Adapun jika si suami bersafar, maka si istri boleh berpuasa. Karena
ketika suami tidak ada di sisi istri, ia tidak mungkin bisa bersenang-senang dengannya.