Dengan selang oksigen yang tertancap di hidungnya lelaki itu berusaha untuk bertahan hidup dengan apa yang terjadi padanya. Dia duduk di ruang tamu rumahnya dengan memakai setelan sweater dengan bagian penutup kepala, dengan tambahan kaos polo dan celana blue jeans. Rambutnya botak polos karena penyakitnya. Dibagian lehernya terdapat banyak ruam yang bernanah dan berdarah. Nanah dan darah itu disebabkan karena dia tidak kuat terhadap gatal yang melandanya "tempat yang membosankan. Aku ingin keluar" kata dia dalam hati. Lelaki itu telah dikarantina di rumahnya sendiri oleh badan kesehatan dunia karena penyakitnya yang dapat menular, dia selalu meyakinkan kalau penyakitnya tidak dapat menular "Penyakitku tidak apa-apa, bodoh!! Aku hanya alergi terhadap sesuatu saja bukan virus atau pandemi!! Kalau penyakit ku menular kenapa para pelayanku tidak terinfeksi penyakitku?!!"
"Mungkin untuk saat ini tidak pak, tapi mungkin nanti iya. Secara fisik bapak sudah tidak kuat lagi untuk berjalan. Berjalan sebentar pun nafas bapak sudah terengah-terengah"
Yyhhh mau seapapun dia berteriak atau memaki maki, lelaki itu malah merasakan sakit yang amat sangat. Tapi hari ini dia mendapat kesempatan untuk keluar. Tidak ada penjagaan seperti biasanya hanya ada pelayan. Dia tidak tahu kenapa tidak ada penjagaan dari WHO. Tanpa pikir panjang dia berusaha bangkit dari duduknya dan mencabut selang oksigen yang ada di hidungnya. Badan dia goyah ketika berusaha berdiri dengan tegak, seperti seorang kakek tanpa tongkatnya. Dia lalu bersandar pada dinding di sampingnya, serasa energinya cukup untuk berjalan lagi dia berpegangan pada dinding untuk menjaga ke stabilan tubuhnya. Pelan dia berjalan, lalu akhirnya dia sudah mampu berdiri sendiri. Dia membuka pintu ruang tamu yang langsung menghadap arah sinar matahari. "Pak, anda tidak boleh keluar. WHO melarang anda untuk keluar. Saya sangat memohon kepada bapak untuk kembali ke tempat duduk" kata salah seorang pelayannya. "Diam kau tolol!! Aku yang menggajimu bukan WHO!! Persetan dengan mereka!!" Bentak dia kepada pelayan. Pelayan itu pun terdiam.
Dia memutar balik ganggang pintu dan click pintu itu terbuka. Sinar matahari menyembur di wajahnya, wajahnya sangat cerah seperti orang sholeh yang hendak ke surga. Dia sangat bahagia ketika bisa merasakan semburan cahaya matahari lagi "sudah lama aku tidak merasakan ini lagi, aku akan keluar dalam kondisi apa pun. Aku tidak peduli" dia meyakinkan dirinya. Lelaki itu keluar dari pintu rumahnya dan berjalan ke jalan raya sangat ramai, dia menyunggingkan sebuah senyuman, senyuman kebahgiaan. Berjalan terus tanpa tujuan hanya untuk memuaskan hasrat dia akan kerinduannya dengan dunia luar. Selama beberapa jam dia merasa aneh karena tidak merasakan apa-apa lagi dari penyakitnya. Dia berfikir mungkin dia sudah sembuh atau rumahnya itu sumber penyakit. Dugaan itu salah, tiba tiba dia merasakan sakit yang amat sangat dari dadanya. Lelaki itu membuka sweaternya untuk mengurangi rasa sakitnya dan terus berjalan. Ketika dia melepaskan sweaternya orang-orang disekitarnya kaget dengan ruam-ruam di lehernya. Tapi dia menghiraukan mereka. Tidak lama kemudian dia benar benar merasakan sakit yang benar benar tidak biasa di dadanya. Dia tidak tahan dengan sakitnya, lalu dia membuka kaos polo dan di situ di dada itu terdapat memar yang sangat besar sebesar bola basket. Orang orang kaget melihatnya dan mengelilingi lelaki itu, lelaki itu berteriak seraya menepuk nepuk dadanya. Dia terjatuh dan berguling guling, gatal pun menyerang leher dia. Dia menggaruk tempat ruam-ruam itu dengan sangat menyeramkan. Setengah jam kemudian lelaki itu tewas dengan sangt menyeramkan, orang-orang disitu hanya bisa terdiam menyaksikan itu. Lelaki itu tidak tahu bahwa penyakit nya sangat menular, penyakit itu berupa virus. Virus itu akan pergi ketika inangnya mati. Ya lelaki itu adalah inangnya dannn virus itu pun menyebar ke seluruh dunia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar